Siputri tunggal jelita mendiang
pak dirman mantan kepala desa itu
mau tak mau harus teruskan
hidup berdua bersama ibunya,
Tiada lagi harta benda yang
tersisa semua telah raip untuk
biaya berobat ayahanda yang ia
sayangi itu,keluarga sepupu
dari almarhum ayahnya seakan
tercerai sejak ketiaadaan ayahnya
seblas dua blas pulalah dari pihak
ibunya,
sudah fakta dunialah fikir
amira,kalo dalam kesusahan
siapalah yang anggap keluarga.
Tak hanya kuliyahnya yang
terhenti
baju dibadannyapun taklagi
berganti,
mimpinya yang jadi dokter itu kini
telah jadi misteri yang begitu seram kala ia bayangkan
karena setiap ia mengingatnya ia
selalu terkenang akan
ayahandanya
yang juga sangat menginginkan
kesuksesanya tambahlagi hanya
ialah anak satu-satunya,
Tapi apa nak dikata
tuhanlah yang punya kuasa
Sebagai seorang wanita biasa
Amira takdapat berbuat banyak
ia hanya bisa menggantikan pekerjaan ibunya
mengajar ngaji anak-anak
didesanya yang biasanya itu
adalah aktivitas ibunya yang
dilaksanakan dengan
sukarela,sewaktu ayahnya masih
ada,kini masukan dari situlah yang
amira harapkan untuk biaya hidup
mereka
cukuplah untuk menyalakan api
didapurnya dan ketika harus
untuk membeli obat buat ibunya
yang menderita sakit kangker
payudara itu ia terkadang
terpaksa puasa
demi mengimbangi material
kehidupan.
Sebaknya dada Amira
menyaksikan kondisi ibunya yang
kian hari makin sekarat karena
kurangnya pengobatan yang
seharusnya sudah ditangani
serius oleh pihak rumah sakit,
itu pulalah dulu yang
membuatnya terdorong untuk
memilih jurusan kedokteran
karena penyakit itu sudah didera
ibunya sejak ia masih SMA.
Namun walo begitu pedih takdir
yang telah tervonis untuk Amira
gadis duapuluh tahunan itu tak
mengusutkan wajah
manisnya,senyumnya senantiasa
ramah
bahkan teman-teman dekatnya
tak seberapa yang tau tentang
kesulitanya,Karena baginya semua
orang pasti ada bagiannya
masing-masing
karena tuhan itu maha adil,
dan ia tak menguji diluar kemampuan hambanya.
"toh amira guru ngaji...
hingga pada suatu malam
bekatalah ibunya ketika amira
sedang menyuapinya.
Dengan tangan yang gemetar
ia raba wajah putrinya itu
sering nada tangis yang tertahan
"nak,menikahlah selagi ibu
masih ada
agar ibu bisa pergi dengan
tenang,tak lagi begitu kawatir
akan dirimu
setidaknya ada yang menjaga dan
tuk sandarkan hidupmu nak.
Serasa seribu irisan dihati amira
terasam airmata yang ia bendung,
gemetar bibirnya menjawab dengan sifoni tangis yang selama ini ia pendam
Kenapa ibu bilang begitu?,
Ibu tak sayang mira lagi ya
Bercucuran airmata amira yang
lama antri di lengkuk matanya.
hati mira masih rentan bu dengan
kehilangan ayah,apa sekarang
mira...,
lalu ia peluk eratkan ibunya dalam
pembaringan itu dengan
histerisnya ia menangis seakan
ingin tumpahkan airmata yang
selama ini ia tahan-tahan dalam
telaga batinya
Mira sudah tak kuat bu,tak kuat...,
ibu harus sembuh jangan
tinggalkan mira sendiri bu,.
Mendengar ratapan mira
dalam dekapan ibunya yang lemah
Seakan menjagakan angin dari
dekapan sang malam,hingga
bertiup kencang mengusik segala
pepohonan disekeling
rumahnya,
langit yang siang malam
menyaksikan dengan jelas
perjalanan amira seakan turut
menjerit
dengan genturnya
meretas awan
Bulan yang bersama dimalam
itupun tak mampu protes,
ketika lebatnya hujan lalu saja tak
menyapa dihadapanya,
bintang-bintangpun menepi
seakan mengartikan rinai hujan
yang turun itu adalah jelmaan dari
jutaan para malaikat
yang turut prihatin akan
nestapanya amira.
Hingga isak amira terhenti
ketika sosok yang ada dalam
rangkulannya itu menggigil
gememetar berlahan
ia tarik selimut yang ada diujung
kaki ibunya,
ia rapikan raga kaku yang amat
disayanginya itu
berlahan ia bangkit
merogoh telekung di huluan ibunya,
dengan nada terisak
mira solat isya dulu ya bu..,
dalam sujudnya ia pasrahkan
dirinya
Dalam doanya ia masih belum bisa
merela bila harus kehilangan
ibunya;
Ya allah,
Hamba tidak mengeluh dengan kemilau
dunia yang tak bisa hamba nikmati,
hamba tak merasa kekurangan
kalo hanya lapar yang harus
hamba tahan,
dan tak begitu hamba tangisi
disaat harus mengubur mimpi,
hamba masih bisa ihklas ketika
ayah engkau panggil
karena hamba masih punya ibu
yang sangat menyangi hamba disini.
Tapi bila ia harus engkau ambil
pula dari hamba ya allah
hamba bahkan tidak tau apa
lagi yang hamba inginkan
didunia ini.
Berikanlah kesembuhan untuk ibu,
sesungguh bukanlah obat yang
tak mampu hamba beli itu
untuk jadi penawar
melainkan atas isin dan
kehendakamu ya allah.
Yarohman,berilah isinmu kepada
hamba yang hina dan yang
berdaya ini untuk
membahagiakan ibu,sebelum pada
ahirnya engkau bahagikan dia
disisimu.
P.Lubis
Malaysia
29-07-2013
0 komentar:
Post a Comment